Pasangan mata uang GBPJPY sepanjang sesi Asia harus rela mengalami pelemahan karena dominasi Yen Jepang yang kuat. Hari Jumat ini (7/8) meluas berita dimana Presiden Trump memutuskan melarang aplikasi asal China untuk beroperasi di negaranya. Hal ini memicu permintaan aset berisiko seperti Poundsterling Inggris melemah total. Reaksi dari pemerintah China tentunya akan sangat ditunggu oleh para pelaku pasar dan investor global.
Dalam sebuah laporan dikatakan Presiden Trump merilis perintah eksekusi dimana melarang transaksi dengan perusahaan China ByteDance. Perusahaan itu memiliki beberapa aplikasi video seperti WeChat dan juga Tik Tok. Larangan ini berlaku dalam 45 hari. Trump mengatakan bahwa AS harus mengambil langkah yang agresif untuk melindungi keamanan nasional.
Mendengar berita ini, saham berjangka AS langsung mengalami penurunan. Hal ini memicu Poundsterling Inggris melemah dan didominasi oleh Yen Jepang anti risiko. Kontrak berjangka S&P 500 yang menggambarkan risiko sudah jatuh 0,40% karena masalah kedua negara itu. Kemudian tekanan tambahan bagi aset berisiko global juga datang dari regulator AS yang masih gagal menyetujui dana bantuan virus Corona.
Poundsterling Inggris melemah saat ini mengabaikan komentar positif dari BoE. Dalam pernyataan hari Kamis kemarin, bank sentral Inggris menawarkan hasil nilai yang optimis untuk ekonomi Inggris. Namun para ahli analisa dan investor mengabaikan semua itu dan memprediksi untuk beberapa waktu kedepan, risiko akan meningkat dan membuat risk off mendominasi.
Pergerakan mata uang Poundsterling Inggris selanjutnya akan terus memantau bagaimana perkembangan pembicaraan Brexi. Kemudian perkembangan berita virus Corona dan kondisi ekonomi juga akan menjadi fokus. Dinamika risiko global bagaimanapun tidak bisa diabaikan begitu saja oleh GBPJPY karena akan terus menjadi katalis penggerak.