Mata uang Poundsterling Inggris melemah melawan mata uang Dolar AS di sesi Asia hari Kamis (28/1). Pelemahan itu telah membawa pasangan mata uang GBPUSD saat ini mencatatkan penurunan 0,10% menuju ke nilai tukar 1,3660. Sementara itu aksi ini telah menggagalkan Pound untuk bertahan di puncak paling tinggi 32 bulan terakhir.
Salah satu beban berat yang ditanggung Pound adalah konflik yang terjadi antara Uni Eropa dan Inggris yang memanas. Kemudian kondisi pasar ekuitas yang memerah juga membuat permintaan aset berisiko tampak berkurang. Ini membuat Poundsterling Inggris melemah lebih berat melawan safe haven Dolar AS.
Kawasan Eropa kekurangan pasokan vaksin virus Corona. Melihat hal ini Uni Eropa menuntut agar Inggris bisa memenuhi kekurangan pasokan tersebut. Karena produsennya asal Inggris yaitu AstraZeneca. Apa yang diminta oleh Uni Eropa itu bisa saja akan menyebabkan hubungannya dengan Inggris kembali memanas pasca Brexit. PM Boris sendiri merespon dengan mengatakan ini merupakan problem teman dan perusahaan yang terkait.
Finansial Times memberitakan hasil penelitian Imperial College London dengan inti bahwa lockdown sudah memberi efek positif. Walaupun jumlah kasus yang tinggi tetap menjadi beban yang berat untuk sistem kesehatan nasional Inggris.
Ada dukungan yang bisa membantu Poundsterling Inggris mengalami penguatan. Dukungan itu seperti laporan dari Kantor Keuangan AS yang mengatakan larangan investasi ke China di tunda. Sebelumnya akan ada larangan investasi pada perusahaan yang ada hubungan dengan China.
Arah Poundsterling Inggris melemah bisa ditentukan dari bagaimana hubungan terbaru dari Uni Eropa dan Inggris. Kemudian nanti malam, AS juga akan merilis data mengenai Produk Domestik Bruto. Pasar memprediksi laporan itu akan lebih suram dan jika ada hasil positif tentu akan mengejutkan.