Pada Kamis (25/11), nilai tukar (kurs) Rupiah mengalami penurunan terhadap dolar AS. Berdasar laman pasar spot Bloomberg, mata uang Rupiah melemah -0,10% atau 14 poin dan berada di level Rp 14.279 dolar AS.
Ternyata tidak hanya rupiah, melainkan sejumlah mata uang di Asia nampak variatif terhadap USD. Salah satunya saat indeks dolar AS melemah di angka -0,11% dan berada di level USD 96,76.
Kemudian mata uang Yen Jepang menguat 0,02% pada level 1155,38. Lalu ada Baht Thailand yang juga menguat 0,31% pada level 33,255. Masih ada dolar Taiwan yang menguat tipis 0,01% pada level 27,795. Terakhir ada Yuan China dan dolar Hongkong yang sama-sama menguat, yuan menguat 0,06% pada level 6,3881 dan dolar Hongkong menguat 0,02% pada level 7,7967.
Selain itu, ada beberapa mata uang yang mengalami penurunan seperti Peso Filipinan yang melemah -0,21% dan berada di level 50,508. Lalu ada Won Korea yang merosot -0,09% pada level 1.189,84. Kemudian ada Ringgit Malaysia yang melemah -0,25% dan berada di level 4,2195. Lalu ada dolar Singapura yang mengikuti penurnan -0,03% pada level 1,3685.
Meski pada Kamis ini dolar AS terkoreksi, namun mata uang tersebut masih berada di level tertinggi terhadap mata uang yang lain. Terutama setelah Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell kembali terpilih dalam jabatan kedua untuk 4 tahun ke depan. Sehingga, hal tersebut semakin mempertegas jika suku bunga AS semakin menguat.
Berdasar Forex News menyebut jika Ibrahim Assuaibi selaku Direktur TRFX sempat mengatakan jika para investor sedang mempertimbangkan langkah Federal Reserve mengenai kebijakan moneter. Sebab selama ini, pasar mata uang masih didukung oleh persepsi yang mana bank sentral global diperkirakan akan membuat pengurangan stimulus pada masa pandemi sekaligus membuat suku bunga menguat.
Terakhir, pemberlakukan pembatasan mobilitas atau lockdown di Eropa terjadi dikarenakan kasus covid semakin meningkat. Hal ini yang menjadi tantangan di masa depan bagi pelaku pasar.