Pergerakan indeks US Dollar masih tertahan setelah adanya peningkatan perlahan pada transaksi mata uang Yen Jepang secara global yang membuat harga USDJPY bergerak naik perlahan dan juga karena penurunan tajam yang tak terduga dalam ekspor Cina dalam data yang dirilis kemarin serta meningkatkan kekhawatiran pasar pada perekonomian global.
Ekspor Cina mencatatkan penurunan terbesar dalam dua tahun pada periode Desember, dan impor pun mengalami hal yang tidak jauh berbeda. Hal tersebut meningkatkan kekhawatiran pasar bahwa tarif impor baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat untuk barang-barang Cina sudah merugikan perekonomian negeri Panda tersebut.
Poundsterling pun juga menahan laju indeks US Dollar setelah mengalami penguatan perlahan pasca tersiarnya kabar bahwa Perdana Menteri Inggris, Theresa May, tengah mempersiapkan upaya barunya untuk mengamankan dukungan bagi kesepakatan Brexit dari para pemberontak di partainya, dengan mencoba membatasi waktu bagi Inggris agar tetap sejalan dengan peraturan Uni Eropa setelah terjadinya Brexit.
Baca Juga:
- Cina Akan Memiliki Regulasi Blockchain Yang Baru Di Bulan Februari
- ShapeShift Tidak Berniat Menjual KeepKey Dalam Waktu Dekat
- Pertumbuhan Ekonomi Inggris Melemah Karena Ketidak Pastian Brexit
Mayoritas pengamat politik dan pelaku pasar tetap memperkirakan Theresa May akan kehilangan suara penting dari parlemen Inggris pada kesepakatan tersebut dalam sebuah pemungutan suara parlemen yang dijadwalkan pada hari ini.
Dolar Australia (AUD) dan Dolar Selandia Baru (NZD) yang sensitif terhadap risiko masih terlihat mendapat tekanan perlahan dari indeks US Dollar, dimana kondisi politik dan perekonomian di Amerika Serikat masih belum berada dalam kondisi kejelasan yang baik dan dalam pandangan skeptis dari sebagian besar investor.